Senin, 27 Oktober 2014

Media Pembelajaran dalam Alkitab



Di dalam Alkitab Allah sudah menggunakan media alat peraga dalam mengajar umatNya sekalipun masih dalam bentuk yang sangat sederhana. Allah selalu menggunakan alat peraga berupa media visual untuk berkomunikasi dengan umat-Nya. Dia berbicara dan pesan-Nya yang didokumentasikan di dalam Alkitab. Namun dia sebenarnya melakukan lebih banyak lagi selain berbicara. Dia juga menggunakan berbagai alat visual untuk menguatkan pesan-Nya. Di dalam Alkitab ada beberapa media yang digunakan Allah sebagai alat peraga untuk menyampaikan pesan-Nya.
Tuhan menggunakan media bejana (Yer. 18:1-7) untuk menyatakan isi hatinya kepada bangsa Israel. Dalam Yeremia 18, kata “bejana” dalam bahasa Ibrani memakai kata tx;äv.nIw> (wünišHat) yang memiliki bentuk verb niphal waw consec perfect masculine singular. Penggunaan bejana dalam masyarakat Timur Tengah bukanlah sesuatu yang baru, karena pembuatan bejana dari tanah liat yang dikeraskan oleh api sudah dikenal sejak milenium ke 6 SM. Bahkan hasil survey para arkeolog menunjukkan bahwa pada zaman Palestina kuno sudah terdapat produksi bejana yang sangat menjamur di berbagai tempat di Palestina kala itu.[1]
Sesungguhnya kata “bejana” -  tx;äv.nIw> (wünišHat) dalam Perjanjian Lama memiliki banyak varian sinonim yang menunjukkan keragaman fungsi penggunaan. Misalnya dalam Ezra 1:9 memakai kata lj'r>g:a] (´ágar†ülê) yang diterjemahkan sebagai bokor; dalam Zakharia 4:2 memakai kata HL'øKu (guläh) yang diterjemahkan sebagai kandil (sejenis mangkuk bulat sebagai tempat minyak dalam lampu); dan dalam Kel 16:33 memakai kata tn<c<ån>ci (cinceºnet) yang diterjemahkan sebagai buli-buli (sebuah tabung untuk menyimpan sebuah cairan).[2]
Dalam keragaman fungsi penggunaan sebuah bejana di atas pada dasarnya menunjukkan bahwa sebuah bejana merupakan sebuah benda yang sangat digemari oleh masyarakat Israel untuk dipakai sebagai  sebuah wadah / tempat. Hal ini dapat dimengerti karena sebuah bejana pada umumnya memiliki daya tahan (durabilitas) yang sangat tinggi, dimana setelah objek tanah liat dipanaskan pada suhu tingkat tinggi dan mengeras serta membentuk sebuah bejana padat, maka meskipun bejana itu akan pecah, namun pecahannya tidak akan pernah membusuk atau menghilang. Oleh sebab itu tidak heran, dalam penggalian arkeologi di wilayah Palestina seringkali ditemukan pecahan-pecahan bejana zaman Israel kuno yang kualitasnya masih bagus.[3]
Allah menggunakan media pembelajaran kepada Nabi Yeremia melalui bejana yang dibuat oleh tukang periuk hal ini untuk menjelaskan perbuatan Allah kepada bangsa Israel, agar Yeremia memberi tahukan kejahatan dan dosa bangsa Yehuda, Allah berharap melalui Nabi Yeremia mereka mau bertobat.[4]  Tuhan sedang mengajar atau mendidik bangsa Israel dengan memberi gambaran tentang bejana di tangan tukang periuk.  Dalam Yeremia 18:6 Tuhan berkata "Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!”.
Dalam perjanjian baru Tuhan  banyak menggunakan media dalam pengajarannya, salah satunya adalah Tuhan memakai benih. Dalam Matius 13:1-23, kata “menabur benih” dalam bahasa Yunani memakai kata spei,rein(speirein) yang memiliki bentuk verb infinitive present active dan berasal dari kata benda spei,rw(speiro).Kata ini muncul sebanyak 52 kali dalam seluruh Perjanjian baru, dimana paling sering muncul dalam Matius (17 kali) dan Mark (12 kali), dan 14 kali dalam tulisan-tulisan Paulus.
Di dalam Injil biasanya menggunakan kata benih - spei,rw(speiro) secara harafiah , seperti dalam perumpamaan tentang penabur (Mat 13:3, 4, 18, 19, 20, 22, 23; Mrk 4:3, 4, 14, 15, 16, 18, 20; Luk 8:5), lalang di antara gandum ( Mat 13:24, 27, 37, 39 ), biji sesawi (Mat 13:31; Mrk 4:31, 32), dan gambaran burung-burung di udara yang tidak menabur benih (Mat 6:26; Luk 12:24). Sedangkan dalam penafsiran tentang kata benih dari perumpamaan tentang penabur (Mat 13:1-23), Yesus mengandaikan benih sebagai bentuk pemberitaan firman Allah tentang Kerajaan Surga dan, dimana menuntut respon dan perilaku orang percaya dalam menyambut benih Firman yang telah ditabur oleh Allah.[5]
Sebuah benih pada dasarnya adalah sebuah investasi kecil dengan potensi nilai yang besar, dan merupakan langkah yang penting dalam sebuah reproduksi. Meskipun jumlah benih hanya satu, namun itu dapat menjadi berlipat banyaknya melalui sebuah ‘kematian’ dari benih itu sendiri. Konsep inilah yang dibawa Yesus kepada pendengar-Nya untuk menjelaskan maksud dari kematian-Nya (bdk. Yoh 12:24), dan juga Paulus ketika memberikan penjelasan kepada orang-orang di Korintus tentang kebangkitan tubuh (bdk. 1 Kor 15:35-37).[6]
Konsep tentang benih pada dasarnya juga merupakan sebuah ‘investasi’ yang sangat tergantung pada lingkungannya. Jika lingkungannya baik, maka sebuah benih dapat berkembang dan menghasilkan banyak, namun jika lingkungannya tidak baik, maka benih tersebut akan mati dan tidak menghasilkan apa-apa.[7] Konsep ini tentu sangatlah sesuai dengan perumpamaan Yesus tentang benih (Mat 13:1-23), dimana permasalahan lingkungan (tanah) yang membuat sebuah benih tidak dapat berkembang dengan baik.
            Perumpamaan yang digunakan Tuhan Yesus dalam mengajar kebanyakan mengambil gambaran kehidupan sehari-hari, yang digunakan untuk menyampaikan kebenaran yang abstrak. “Seorang penabur keluar untuk menabur,” Ia memulai dengan memberikan ilustrasi yang memungkinkan untuk di responi. Penabur dan biji adalah hal yang umum, sesuatu yang dimengerti oleh semua yang mendengarkan-Nya.
Yesus saat Dia mengajar para murid-Nya telah mengunakan seluruh media yang ada. Nilai nilai dari media pembelajaran yang Yesus lakukan adalah :
Pertama, meletakan dasar-dasar yang konkrit, dan mengurangi verbalisme.
Yesus menggunakan media pembelajaran sehingga menghasilkan suatu dasar dimana sesuatu yang verbal dapat menjadi lebih konkrit dan nyata, sehingga tidak menghasilkan kebingungan kepada siswa.
Kedua, memperbesar perhatian para peserta didik. Yesus menggunakan media pembelajaran ini sendiri akan menumbuhkan perhatian yang lebih dari orang-orang atau dari para muridnya, sehingga para murid lebih dapat memperhatikan apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus.
Ketiga, meletakan dasar dasar yang penting untuk perkembangan belajar dan membuat pelajaran lebih mantap. Yesus dalam mengajar tidak dengan sembarangan memberikan media sebagai alat bantu dalam memberikan pembelajaran, tetapi Yesus memberikan suatu dasar yang penting agar murid dapat belajar lebih lagi dan diajak untuk berpikir lagi ketika diberikan pembelelajaran.
Keempat, memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa. Yesus juga membrikan suatu pengalaman yang nyata dalam pembelajarannya, seperti pada saat Dia memberikan contoh pohon ara yang dikutuk, sebagai suatu kepercayaan yang penuh kepada Allah dan tidak goyah dalam doa.
Kelima, menumbuhkan pemikiran yang pemikiran yang teratur dan terus menerus. Yesus memberikan media pembelajaran agar para murir dapat menumbuhkan pemikiran yang teratur dan terus menerus, tidak hanya menerima pada saat itu dan hilang kemudian, tetapi terus menerus diingat dan di aplikasikan.
            Keenam, membantu tumbuhnya pengertian dan dengan demikian membantu perkembangan kemampuan berbahasa.
Yesus juga dalam memberikan pengajaran menggunakan media pembelajaran untuk membantu para murid menumbuhkan pengertian dan mengembangkan kemampuan berbahasa.
Puncak dari pengunaan Media Pembelajaran, Dia mengunakan Diri-NYA sendiri sebagai contoh yang sulit dilupakan dengan menjalani jalan salib yang penuh penderitaan yang mencengkam kehidupan para murid-Nya yang masuk kedalam kematian dan kebangkitan dan kenaikan kesorga dan memberikan Roh Kudus sehingga sangat efektif mengajar para murid sehingga para murid mampu bukan hanya menyerap pelajaran dari Yesus Guru Agung melainkan memampukan mereka untuk mengajar generasi-generasi berikutnya.
Yesus yang penuh hikmat dan kuasa memberikan model pembelajaran yang secara kreatif mengunakan segala hal yang ada di dalam kehidupanNya dan disekitarNya sebagai media pendidikan efektif. Proses pembelajaran agar kita kreatif dan mampu mengunakan media yang ada di sekitar kita agar amanatNya terlaksana maka kehadiran Roh Kudus dan proses belajar terus menerus yang dirancang olehNya akan membuat kita semakin efektif mendapatkan nilai-nilai dari media pembelajaran dan Tuhan dipermuliakan. Dari sini dapat dilihat bagaimana Yesus sebenarnya ingin mengajarkan kepada murid-muridNya melalui perbuatan simbolis, pertama-tama Ia mengajarkan bahwa pelayanan-Nya berarti perlu pengorbanan diri sebagai suatu tujuan utama kehidupan-Nya. Hubungan antara pengorbanan dan baptisan dinyatakan melalui jawaban-nya pada Yakobus dan Yohanes, yang memohon agar mereka boleh menerima hak istimewa nantinya, kata-Nya “Dapatkan kamu . . . dibaptis dengan baptisan yang harus kuterima” (Mrk 10:38). Jadi, baptisan-Nya merupakan lambang kesengsaraan-Nya nanti.
Demikian pula pengajaran yang disampaikan melalui perjamuan yang dirayakan pada malam sebelum Yesus disalibkan, dimana Dia diserahkan kepada kekuasan Yahudi-Romawi dan jamuan yang dinikmati-Nya bersama dengan para muridnya tersebut merupakan gambaran dimana penderitaan-Nya yang pertama akan terjadi, dan yang kedua adalah ketika perjalanan bersama kedua muridnya yang berjalan ke Emaus, digunakannya untuk mengajarkan tentang bahwa Yesus tealh disiapkan untuk menggenapi apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada manusia.
Media pembelajaran yang Yesus gunakan merupakan suatu warisan yang dapat kita tiru, bukan saja harus kita memberikan materi tanpa media pembelajaran, Yesus pun menggunakan media pembelajaran agar para muridnya mengertia apa yang Dia sampaikan kepada mereka semua, maka dari itu dalam menggunakan media pembelajaran ini kita dapat mengambil suatu kesimpulan dimana media pembelajarn itu sangat penting dalam dunai pendidikan pada saat ini, dan tidak dapat dilepaskan dari pengajaran.


[1]D.N. Freedman, The Anchor Bible Dictionary (New York: Doubleday, 1996), 428.

[2]D.R.W. Wood, New Bible Dictionary (Downers Grove: Inter Varsity Press, 1996), 1224.

[3]D.N. Freedman, The Anchor Bible Dictionary (New York: Doubleday, 1996), 433.

[4]Chris Marantika, Kepercayaan dan Kehidupan (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Theologi Injili Indonesia, 1996) 218.
[5]H.R. Balz &G. Schneider, Exegetical Dictionary of the New Testament (Grand Rapids: Eerdmans, 1990), 263.

[6]D.R.W. Wood, New Bible Dictionary (Downers Grove: Inter Varsity Press, 1996), 1073.

[7] L. Ryken, J. Wilhoit, T. Longman, Dictionary of Biblical Imagery (Downers Grove: Inter Varsity Press, 2000), 770.

2 komentar: