Senin, 27 Oktober 2014

Pendidikan Agama Kristen



Dalam setiap proses mengajar, selalu diperlukan alat atau benda, sebagai sarana untuk menyampaikan pesan, yang kemudian lazim disebut dengan media pembelajaran. Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.[1]
Sementara itu Samuel Sidjabat mengutip definisi dari Eksiklopedi Pendidikan mengatakan bahwa pendidikan dapat diartikan “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta ketrampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.[2] Sedangkan proses pengajaran sendiri di dalamnya ada satu komponen penting yang tidak dapat ditinggalkan yaitu alat peraga untuk media mencapai suatu tujuan dalam pengajaran. Demikian juga dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen, media atau alat peraga merupakan salah satu bagian penting dalam mendukung keberhasilan siswa dalam mempelajari dan memaknai setiap materi yang disampaikan dalam materi Pendidikan Agama Kristen. Pemilihan media yang tepat akan dapat menolong siswa dalam menangkap pesan yang disampaikan dalam materi pembelajaran di kelas.

Arti dan Hakekat Pendidikan Agama Kristen
Untuk melengkapi pemahaman Arti dan Hakekat PAK, baiklah kita simak apa yang disampaikan Warner C. Graedorf (1976), sebagai berikut: “PAK adalah proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung kepada Roh Kudus, yang membimbing setiap pribadi pada semua tingkat pertumbuhan melalui pengajaran masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman rencana dan kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan, dan melengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif, yang berpusat pada Kristus sang Guru Agung dan perintah yang mendewasakan pada murid”.[3]
Dari definisi Warner tersebut di atas, menurut Paulus Lilik Kristianto, dalam Buku Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, terdapat tiga aspek utama PAK, yakni : diskripsi PAK, Aspek fungsi dan Aspek Filosofi PAK.[4]

Diskripsi Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan Agama Kristen merupakan proses pengajaran dan pembelajaran berdasarkan Alkitab, berpusatkan Kristus, dan bergantung pada kuasa Roh Kudus. Pembelajaran berarti pembangunan pribadi menuju kedewasaan sedangkan pengajaran berarti dorongan bagi pembelajaran yang efektif.

Aspek fungsional Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan Agama Kristen berusaha membimbing setiap pribadi ke semua tingkat pertumbuhan melalui pengajaran masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman tentang rencana dan kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan dan untuk memperlengkapi mereka bagi pelayanan efektif. Proses PAK ditujukan kepada setiap pribadi seperti pelayanan Kristus ( Yohanes 1 : 43 ). PAK berfungsi sebagai penyedia, pendorong, dan fasilitator dalam pembimbingan.

Aspek Filosofi Pendidikan Agama Kristen
PAK merupakan proses pembelajaran dan pengajaran yang berpusatkan Kristus, sang Guru Agung dan perintah untuk mendewasakan para murid.   
Kesimpulannya PAK yang Alkitabiah harus mendasarkan diri pada Alkitab sebagai firman Allah dan menjadikan Kristus sebagai pusat beritanya dan harus bermuara pada hasilnya , yaitu mendewasakan murid. Seperti Firman Tuhan dalam Kolose 2 : 6 - 7. ( Efesus 4:1`1-13).
Pada dasarnya PAK dimaksudkan untuk menyampaikan kabar baik (euangelion = injil), yang disajikan dalam dua aspek, aspek ALLAH TRITUNGGAL (ALLAH BAPA, ANAK, DAN ROH KUDUS) dan KARYANYA, dan aspek NILAI-NILAI KRISTIANI. Secara holistik, pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAK pada Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu pada dogma Allah Tritunggal dan karya-Nya. Pemahaman terhadap Allah Tritunggal dan karya-Nya harus tampak dalam nilai-nilai kristiani yang dapat dilihat dalam kehidupan keseharian peserta didik.

Peran Pendidikan Agama Kristen
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan Agama Kristen dimaksudkan untuk peningkatan potensi spritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Penerapan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di bidang Pendidikan Agama Kristen (PAK), sangat tepat dalam rangka mewujudkan model PAK yang bertujuan mencapai transformasi nilai-nilai kristiani dalam kehidupan peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar memberikan ruang yang sama kepada setiap peserta didik dengan keunikan yang berbeda untuk mengembangkan pemahaman iman kristiani sesuai dengan pemahaman, tingkat kemampuan serta daya kreativitas masing-masing.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Kristen bukanlah “standar moral” Kristen yang ditetapkan untuk mengikat peserta didik, melainkan dampingan dan bimbingan bagi peserta didik dalam melakukan perjumpaan dengan Tuhan Allah untuk mengekspresikan hasil perjumpaan itu dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik belajar memahami, mengenal dan bergaul dengan Tuhan Allah secara akrab karena seungguhnya Tuhan Allah itu ada dan selalu ada dan berkarya dalam hidup mereka. Dia adalah Sahabat dalam Kehidupan Anak-anak.Berdasarkan pemahaman tersebut, maka rumusan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAK di sekolah dibatasi hanya pada aspek yang secara substansial mampu mendorong terjadinya transformasi dalam kehidupan peserta didik, terutama dalam pengayaan nilai-nilai iman kristiani. Dogma yang lebih spesifik dan mendalam diajarkan di dalam gereja.
Fokus Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar berpusat pada kehidupan manusia (life centered). Artinya, pembahasan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar didasarkan pada kehidupan manusia, dan iman Kristen berfungsi sebagai cahaya yang menerangi tiap sudut kehidupan manusia. Pembahasan materi sebagai wahana untuk mencapai kompetensi, dimulai dari lingkup yang paling kecil, yaitu manusia sebagai ciptaan Allah, selanjutnya keluarga, teman, lingkungan di sekitar peserta didik, setelah itu barulah dunia secara keseluruhan dengan berbagai dinamikanya.

Tujuan dan Fungsi PAK
Tujuan Pendidikan Agama Kristen (PAK) adalah pertama memperkenalkan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus dan karya-karya-Nya agar peserta didik bertumbuh iman percayanya dan meneladani Allah Tritunggal dalam hidupnya. Kedua Menanamkan pemahaman tentang Allah dan karya-Nya kepada peserta didik, sehingga mampu memahami dan menghayatinya. Ketiga, Menghasilkan manusia Indonesia yang mampu menghayati imannya secara bertanggungjawab serta berakhlak mulia di tengah masyarakat yang pluralistik.
Untuk melengkapi tujuan Pengajaran Agama Kristen di Sekolah yang merupakan usaha “Pemuridan” dan sekaligus “Penginjilan”, obyek Pendidikan Agama Kristen disekolah sebagaimana ditulis oleh Dr. E.G Homringhausen dan Dr. I.H Enklaar, di bawah ini akan menambah wacana dalam memahami tujuan Pengajaran Agama Kristen di sekolah tersebut, yaitu:
1.      Pendidikan Agama Kristen menjadikan murid-murid menghargai dirinya sendiri.
2.      Pengajaran Agama Kristen membuat mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
3.      Melalui Pengajaran Agama Kristen, diharapkan mereka dapat belajar menghargai dunia ini.
4.      Pengajaran Agama Kristen supaya mereka dapat membedakan nilai-nilai yang baik dan yang jahat.
5.      Pengajaran Agama Kristen supaya mereka dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman mereka sendiri dengan filsafat hidup Kristen.
6.      Supaya mereka dapat menjadi orang yang dapat dipercaya.
7.      Supaya mereka belajar bekerja sama dan tolong menolong.
8.      Supaya mereka selalu mengajar kebenaran.
9.      Supaya mereka bersikap positif terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekelilingnya, dan terhadap perkembangan-perkembangan sejarah umum.
10.  Dengan pelajaran Agama Kristen, supaya mereka suka turut merayakan hari-hari raya Kristen dalam persekutuan Kristen.[5]

Ada beberapa sifat yang ditunjukkan dalam pengajaran Agama Kristen, sehingga sangat efektif dalam mencapai tujuan akhir dari Pendidikan atau Pengajaran Kristen, seperti yang dikemukakan oleh Harry M. Piland, yaitu :[6]
Pertama, pengajaran yang “dijelmakan”. Dijelmakan adalah istilah theologia abstrak, tetapi istilah itu mengatakan apa yang perlu dikatakan mengenai pengajaran Alkitab atau Pengajaran Agama kristen. Arti sebenarnya adalah bahwa Firman itu menjadi daging dalam kehidupan guru-guru Agama Kristen dan dalam kehidupan anggota-anggota dalam kelas. Kedua, mengajar dengan teladan. Yesus sebagai Guru Agung, sebagian besar apa yang diajarkan kepada murid-murid-Nya, diajarkan-Nya melalui contoh atau teladan. Ia merupakan teladan yang hidup mengenai apa yang ia inginkan agar dipelajari pengikut-Nya. Satu contoh, ketika Tuhan Yesus mengajar mengenai kepemimpinan, Ia mulai pelayanan-Nya dengan mempersiapkan sebuah kain, seember air dan kemudian mencuci kaki murid-murid yang memanggil-Nya “Guru”.(Yohanes 13: 1-17). Dengan kata lain di dalam Yesus mengajar, Ia selalu memberi contoh atau teladan terlebih dahulu.
Dalam Kitab Ulangan 6:1-9, adalah suatu keharusan mengajar dengan disertai teladan atau contoh.[7] Pengajarannya harus “dipraktekkan” dalam kehidupan konkret, yang dapat dilihat, “dibaca’ dan ditiru atau dicontoh. “Haruslah engkau juga mengikatkannya sebagai tanda pada TANGANMU dan haruslah itu menjadi lambang DI DAHIMU, dan haruslah engkau menuliskannya pada TIANG PINTU RUMAHMU dan pada PINTU GERBANGMU (Ulangan 6:8-10).
Perhatikan empat kata kunci dalam Pengajaran Kristen. Semua menunjuk kepada realitas, kenyataan yang dapat dilihat dan dirasakan yang harus diajarkan atau disampaikan kepada orang lain. Dalam pengajaran, disamping dengan alat peraga atau media pembelajaran supaya dapat dilihat dan dirasakan oleh siswa juga harus ada keteladanan, karena teladan lebih berharga dari sekedar perkataan.
Ketiga, pengajaran yang berpusat pada kehidupan. Dalam hal ini Iris V. Cully, (1995) mengemukakan : “Metode-metode pengajaran kristen harus berpusat pada kehidupan. Istilah “berpusat pada kehidupan” sama halnya dengan “berpusat pada pengalaman”. Pengalaman masa kini. Hasilnya adalah suatu minat yang kuat tentang saat ini dan rencana-rencana yang jelas bagi masa depan, namun hanya memiliki pandangan yang terpecah-pecah mengenai masa lampau. Kini pandangan “pandangan berpusat pada kehidupan” memperoleh makna yang lebih dalam melalui pemahaman-pemahaman para ahli dan filsafat teologi eksistensialis. Eksistensi-lah, dan bukan keberadaan yang abstrak, yang dianggap penting. Eksistensi terdiri dari suatu totalitas, bukan dari dalam keberadaannya sendiri, melainkan dari hubungan dengan orang lain, dan benda-benda”.[8]


[1]Baharudin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 64-65.

[2]Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen ( Jakarta : BPK Gunung Mulia , 1999 ), 2–8.

[3]Paulus Lilik Kristanto, Prinsip dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa Teologi dan PAK, Pelayan Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen, ( Yogyakarta : ANDI Offset ), 4-5.

[4]Ibid.
[5]Dr.E.G Homrighausen, Dr.I.H Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 48,49.

[6]Harry M. Piland, Perkembangan Gereja dan Penginjilan Melalui Sekolah Minggu, (Bandung:LLB, 1984), Hlm. 164.

[7]Yuliana, Alam Semesta dan Sejarah, Buletin Evangelion, Edisi 50, tahun 1998
[8]Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen,(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 109.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar