Dalam
setiap proses mengajar, selalu diperlukan alat atau benda, sebagai sarana untuk
menyampaikan pesan, yang kemudian lazim disebut dengan media pembelajaran.
Menurut Thorndike, belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang
dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan/tindakan.[1]
Sementara
itu Samuel Sidjabat mengutip definisi dari Eksiklopedi Pendidikan mengatakan
bahwa pendidikan dapat diartikan “semua
perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya,
pengalamannya, kecakapannya, serta ketrampilannya kepada generasi muda sebagai
usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.[2] Sedangkan proses pengajaran sendiri
di dalamnya ada satu komponen penting yang tidak dapat ditinggalkan yaitu alat
peraga untuk media mencapai suatu tujuan dalam pengajaran. Demikian
juga dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen, media atau alat peraga
merupakan salah satu bagian penting dalam mendukung keberhasilan siswa dalam
mempelajari dan memaknai setiap materi yang disampaikan dalam materi Pendidikan
Agama Kristen. Pemilihan media yang tepat akan dapat menolong siswa dalam
menangkap pesan yang disampaikan dalam materi pembelajaran di kelas.
Arti
dan Hakekat Pendidikan Agama Kristen
Untuk melengkapi pemahaman Arti dan
Hakekat PAK, baiklah kita simak apa yang disampaikan Warner C. Graedorf (1976),
sebagai berikut: “PAK adalah proses pengajaran dan pembelajaran yang
berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung kepada Roh Kudus,
yang membimbing setiap pribadi pada semua tingkat pertumbuhan melalui
pengajaran masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman rencana dan kehendak
Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan, dan melengkapi mereka bagi
pelayanan yang efektif, yang berpusat pada Kristus sang Guru Agung dan perintah
yang mendewasakan pada murid”.[3]
Dari definisi Warner tersebut di
atas, menurut Paulus Lilik Kristianto, dalam Buku Prinsip dan Praktik
Pendidikan Agama Kristen, terdapat tiga aspek utama PAK, yakni : diskripsi PAK,
Aspek fungsi dan Aspek Filosofi PAK.[4]
Diskripsi
Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan Agama Kristen merupakan
proses pengajaran dan pembelajaran berdasarkan Alkitab, berpusatkan Kristus,
dan bergantung pada kuasa Roh Kudus. Pembelajaran berarti pembangunan pribadi
menuju kedewasaan sedangkan pengajaran berarti dorongan bagi pembelajaran yang
efektif.
Aspek
fungsional Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan Agama Kristen berusaha
membimbing setiap pribadi ke semua tingkat pertumbuhan melalui pengajaran masa
kini ke arah pengenalan dan pengalaman tentang rencana dan kehendak Allah
melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan dan untuk memperlengkapi mereka
bagi pelayanan efektif. Proses PAK ditujukan kepada setiap pribadi seperti
pelayanan Kristus ( Yohanes 1 : 43 ). PAK berfungsi sebagai penyedia,
pendorong, dan fasilitator dalam pembimbingan.
Aspek
Filosofi Pendidikan Agama Kristen
PAK merupakan proses pembelajaran
dan pengajaran yang berpusatkan Kristus, sang Guru Agung dan perintah untuk
mendewasakan para murid.
Kesimpulannya PAK yang Alkitabiah
harus mendasarkan diri pada Alkitab sebagai firman Allah dan menjadikan Kristus
sebagai pusat beritanya dan harus bermuara pada hasilnya , yaitu mendewasakan
murid. Seperti Firman Tuhan dalam Kolose 2 : 6 - 7. ( Efesus 4:1`1-13).
Pada dasarnya PAK dimaksudkan untuk
menyampaikan kabar baik (euangelion = injil), yang disajikan dalam dua aspek,
aspek ALLAH TRITUNGGAL (ALLAH BAPA, ANAK, DAN ROH KUDUS) dan KARYANYA, dan
aspek NILAI-NILAI KRISTIANI. Secara holistik, pengembangan Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar PAK pada Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu pada dogma
Allah Tritunggal dan karya-Nya. Pemahaman terhadap Allah Tritunggal dan
karya-Nya harus tampak dalam nilai-nilai kristiani yang dapat dilihat dalam
kehidupan keseharian peserta didik.
Peran Pendidikan Agama Kristen
Agama memiliki
peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu
dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan
bermartabat. Menyadari peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia
maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah
keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan
Agama Kristen dimaksudkan untuk peningkatan potensi spritual dan membentuk
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan
moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spritual
mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta
pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif
kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan
pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya
mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Penerapan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di bidang Pendidikan Agama Kristen
(PAK), sangat tepat dalam rangka mewujudkan model PAK yang bertujuan mencapai
transformasi nilai-nilai kristiani dalam kehidupan peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
memberikan ruang yang sama kepada setiap peserta didik dengan keunikan yang
berbeda untuk mengembangkan pemahaman iman kristiani sesuai dengan pemahaman,
tingkat kemampuan serta daya kreativitas masing-masing.
Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Kristen bukanlah “standar
moral” Kristen yang ditetapkan untuk mengikat peserta didik, melainkan
dampingan dan bimbingan bagi peserta didik dalam melakukan perjumpaan dengan
Tuhan Allah untuk mengekspresikan hasil perjumpaan itu dalam kehidupan
sehari-hari. Peserta didik belajar memahami, mengenal dan bergaul dengan Tuhan
Allah secara akrab karena seungguhnya Tuhan Allah itu ada dan selalu ada dan
berkarya dalam hidup mereka. Dia adalah Sahabat
dalam Kehidupan Anak-anak.Berdasarkan
pemahaman tersebut, maka rumusan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAK di
sekolah dibatasi hanya pada aspek yang secara substansial mampu mendorong
terjadinya transformasi dalam kehidupan peserta didik, terutama dalam pengayaan
nilai-nilai iman kristiani. Dogma yang lebih spesifik dan mendalam diajarkan di
dalam gereja.
Fokus Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar berpusat pada kehidupan manusia (life centered). Artinya, pembahasan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar didasarkan pada kehidupan manusia, dan iman Kristen berfungsi sebagai
cahaya yang menerangi tiap sudut kehidupan manusia. Pembahasan materi sebagai
wahana untuk mencapai kompetensi, dimulai dari lingkup yang paling kecil, yaitu
manusia sebagai ciptaan Allah, selanjutnya keluarga, teman, lingkungan di
sekitar peserta didik, setelah itu barulah dunia secara keseluruhan dengan
berbagai dinamikanya.
Tujuan dan Fungsi PAK
Tujuan Pendidikan Agama Kristen
(PAK) adalah pertama memperkenalkan
Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus dan karya-karya-Nya agar peserta didik bertumbuh
iman percayanya dan meneladani Allah Tritunggal dalam hidupnya. Kedua Menanamkan
pemahaman tentang Allah dan karya-Nya kepada peserta didik, sehingga mampu
memahami dan menghayatinya. Ketiga, Menghasilkan manusia Indonesia yang mampu
menghayati imannya secara bertanggungjawab serta berakhlak mulia di tengah
masyarakat yang pluralistik.
Untuk melengkapi tujuan Pengajaran
Agama Kristen di Sekolah yang merupakan usaha “Pemuridan” dan sekaligus
“Penginjilan”, obyek Pendidikan Agama Kristen disekolah sebagaimana ditulis
oleh Dr. E.G Homringhausen dan Dr. I.H Enklaar, di bawah ini akan menambah
wacana dalam memahami tujuan Pengajaran Agama Kristen di sekolah tersebut,
yaitu:
1. Pendidikan Agama Kristen menjadikan
murid-murid menghargai dirinya sendiri.
2. Pengajaran Agama Kristen membuat
mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
3. Melalui Pengajaran Agama Kristen,
diharapkan mereka dapat belajar menghargai dunia ini.
4. Pengajaran Agama Kristen supaya
mereka dapat membedakan nilai-nilai yang baik dan yang jahat.
5. Pengajaran Agama Kristen supaya
mereka dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman mereka sendiri dengan filsafat
hidup Kristen.
6. Supaya mereka dapat menjadi orang
yang dapat dipercaya.
7. Supaya mereka
belajar bekerja sama dan tolong menolong.
8. Supaya mereka
selalu mengajar kebenaran.
9. Supaya mereka
bersikap positif terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekelilingnya,
dan terhadap perkembangan-perkembangan sejarah umum.
10. Dengan pelajaran Agama Kristen,
supaya mereka suka turut merayakan hari-hari raya Kristen dalam persekutuan
Kristen.[5]
Ada beberapa sifat yang ditunjukkan
dalam pengajaran Agama Kristen, sehingga sangat efektif dalam mencapai tujuan
akhir dari Pendidikan atau Pengajaran Kristen, seperti yang dikemukakan oleh
Harry M. Piland, yaitu :[6]
Pertama, pengajaran yang
“dijelmakan”. Dijelmakan adalah istilah theologia abstrak, tetapi istilah itu
mengatakan apa yang perlu dikatakan mengenai pengajaran Alkitab atau Pengajaran
Agama kristen. Arti sebenarnya adalah bahwa Firman itu menjadi daging dalam
kehidupan guru-guru Agama Kristen dan dalam kehidupan anggota-anggota dalam
kelas. Kedua, mengajar dengan teladan. Yesus sebagai Guru Agung, sebagian besar
apa yang diajarkan kepada murid-murid-Nya, diajarkan-Nya melalui contoh atau
teladan. Ia merupakan teladan yang hidup mengenai apa yang ia inginkan agar
dipelajari pengikut-Nya. Satu contoh, ketika Tuhan Yesus mengajar mengenai
kepemimpinan, Ia mulai pelayanan-Nya dengan mempersiapkan sebuah kain, seember
air dan kemudian mencuci kaki murid-murid yang memanggil-Nya “Guru”.(Yohanes
13: 1-17). Dengan kata lain di dalam Yesus mengajar, Ia selalu memberi contoh
atau teladan terlebih dahulu.
Dalam Kitab Ulangan 6:1-9, adalah
suatu keharusan mengajar dengan disertai teladan atau contoh.[7] Pengajarannya harus “dipraktekkan” dalam kehidupan konkret, yang
dapat dilihat, “dibaca’ dan ditiru atau dicontoh. “Haruslah engkau juga
mengikatkannya sebagai tanda pada TANGANMU dan haruslah itu menjadi lambang DI
DAHIMU, dan haruslah engkau menuliskannya pada TIANG PINTU RUMAHMU dan pada
PINTU GERBANGMU (Ulangan 6:8-10).
Perhatikan empat kata kunci dalam
Pengajaran Kristen. Semua menunjuk kepada realitas, kenyataan yang dapat
dilihat dan dirasakan yang harus diajarkan atau disampaikan kepada orang lain.
Dalam pengajaran, disamping dengan alat peraga atau media pembelajaran supaya
dapat dilihat dan dirasakan oleh siswa juga harus ada keteladanan, karena
teladan lebih berharga dari sekedar perkataan.
Ketiga, pengajaran yang berpusat
pada kehidupan. Dalam hal ini Iris V. Cully, (1995) mengemukakan :
“Metode-metode pengajaran kristen harus berpusat pada kehidupan. Istilah
“berpusat pada kehidupan” sama halnya dengan “berpusat pada pengalaman”.
Pengalaman masa kini. Hasilnya adalah suatu minat yang kuat tentang saat ini
dan rencana-rencana yang jelas bagi masa depan, namun hanya memiliki pandangan
yang terpecah-pecah mengenai masa lampau. Kini pandangan “pandangan berpusat
pada kehidupan” memperoleh makna yang lebih dalam melalui pemahaman-pemahaman
para ahli dan filsafat teologi eksistensialis. Eksistensi-lah, dan bukan
keberadaan yang abstrak, yang dianggap penting. Eksistensi terdiri dari suatu
totalitas, bukan dari dalam keberadaannya sendiri, melainkan dari hubungan
dengan orang lain, dan benda-benda”.[8]
[1]Baharudin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007),
64-65.
[3]Paulus
Lilik Kristanto, Prinsip dan Praktek PAK Penuntun bagi
Mahasiswa Teologi dan PAK, Pelayan Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen, ( Yogyakarta : ANDI Offset ), 4-5.
[5]Dr.E.G
Homrighausen, Dr.I.H Enklaar, Pendidikan
Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 48,49.
[6]Harry M. Piland, Perkembangan Gereja dan Penginjilan Melalui Sekolah Minggu, (Bandung:LLB,
1984), Hlm. 164.
[7]Yuliana, Alam Semesta dan Sejarah, Buletin Evangelion, Edisi 50, tahun 1998
[8]Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen,(Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1995), 109.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar